Sunday 9 October 2016

CURHATAN ANAK BUAH GALAU


Kali ini edisi curhat karena galau masalah pekerjaan. Saat saya benar-benar sudah pada titik tidak tahan lagi. Ibu-ibu ditempat kerja yang baik di depan, nyatanya dibelakang 'menerkam' diam-diam.

Sekedar gambaran, saya ini honorer/pegawai kontrak di salah satu instansi pendidikan negeri. Posisi saya sebagai administrasi, yang kalau pada mau secara profesional di lihat apa tugasnya adalah berhubungan dengan pengarsipan, surat menyurat, buat absen. Itu saja.

Itu teorinya. Prakteknya saya mengerjakan lebih dari itu. Bahkan itu permintaan keuangan dana kegiatan praktek lahan. Padahal 'boss besar' sudah pernah bilang "honorer tidak ada urusan dengan masalah keuangan, tidak boleh tahu masalah itu." Faktanya, I do all they told me to do. Bahkan untuk masalah yang pekerjaan yang harusnya mereka yang kerjakan sebagai PNS, khususnya mereka adalah DOSEN, PENDIDIK. Mengawas ujian yang di nyata-nyata di SK tidak ada nama saya, melainkan nama mereka, saya lakukan. Mengeluh? Tidak. Saya ikhlas. Bahkan mengawas yang sebenarnya harusnya ada honornya tapi saya sama sekali tidak terima. Itu saya tidak permasalahkan, saya ikhlas saja membantu.

Kalau mereka mau jujur, bahkan para ibu-ibu ini ada yang TBC alias Tidak Bisa Computer. Pekerjaannya saya back up, soal ujiannya saya ketikkan. Nilai mahasiswa saya yang input. Surat usulan, minta tanda tangan, apalah apalah, semua saya kerjakan. Tahu apa yang saya dapat? Dibelakan saya mereka berkomentar menyakitkan. Katanya saya pilih-pilih pekerjaan. Itu salah ibu dosen yang terhormat berkomentar dan yang mengecewakannya ibu-ibu dosen yang terhormat lainnya tidak ada pembelaan sedikitpun kepada saya. Malah seperti mengiyakan tuduhan tersebut. Seperti lupa siapa yang back up pekerjaan mereka.

Saya dituduh seperti karena saya tidak membagikan surat ke pemberitahuan jadwal mengajar karena ibu dosen yang terhormat itu tidak memberitahukan saya untuk membagi. Suratnya sudah saya buat, sudah digandakan kemudian salah satu ibu, sebut saja Melati bilang "sini suratnya saya atur." Ok deh saya kasih. Seharian itu juga saya sudah banyak sekali pekerjaan, jadi saya karena ibu Melati mau membantu maka saya senang sekali.

Jam 4 sore saya langsung pulang. Saya kalau datang tepat waktu dan pulang tepat waktu. Iya dong. Saya tidak bayar untuk lembur. Surat itu belum di distribusikan. Saya pikir besok saja. Kan sudah sore juga. Meskipun sebenarnya terlambat karena besok sudah awal semester. Distribusi besok atau sekarang sama saja, toh saya saya yakin tidak ada dosen yang akan masuk pas awal jadwal kuliah (dugaan saya benar). Ternyata sore itu juga mereka diatribusikan. Dan berkomentarlah ibu satu itu, sebut saja ibu Racun, katanya saya pilih-pilih pekerjaan, sampai ada adegan pukul meja. Ini saya dapat info dari salah satu orang disitu juga. *saya elus dada saja*

Kecewa sekali. Kenapa saat ibu Racun bilang seperti itu, kemana yang lain? Ibu-ibu lupa yang saya kerja selama ini? Disuruh ini itu? Bahkan cerita ini sampai ke telinga ketua jurusan menurut seseorang ibu PNS yang dekat dengan saya. Tahu apa kata Kajur? "Loh, masa sih? Anak itu rajin loh. Semua surat-surat samai keuangan dia semua yang urus." Kajur yang tidak satu ruangan sama saya saja masih memberikan komentar positif. Kok ibu-ibu yang lain itu, yang nyata-nyata satu ruangan sama saya, nyata-nyata saya bantu pekerjaannya malah tidak ada pembelaan sedikitpun. Saya sangat kecewa dan hilang respect. Bahkan salah satu orang ibu dosen yang saya pikir paling baikpun ternyata sama saja.

Rasanya sudah benar-benar tidak sanggup melanjutkan pekerjaan disana. Saat ini saya menemani orangtua saya berobat di luar kota karena fasilitas di kota saya masih kurang, kurang lebih sudah tiga minggu. Telepon dari kantor berdering-dering terus. Saat saya sedang susah seperti ini pun mereka tidak mengerti. Padahal saya sudah izin di bagian kepegawaian. Malah saya di telepon katanya dicari boss besar. Nyatanya setelah saya konfirmasi, boss besar sama sekali tidak mencari. Disitulah saya berpikir, tenaga saya diperas habis-habisan tapi saat susah saya dibuang. Sudah bulat tekad saya untuk resign. Saya butuh uang, tapi bukan berarti harga diri saya di injak-injak.

No comments:

Post a Comment